UU. Perlindungan Anak, Pasal 33 s/d. 58

BAB VII
PERWALIAN

Pasal 33

(1) Dalam hal orang tua anak tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat

tinggal atau keberadaannya, maka seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat

ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan.

(2) Untuk menjadi wali anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan

pengadilan.

(3) Wali yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) agamanya harus sama dengan agama

yang dianut anak.

(4) Untuk kepentingan anak, wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib mengelola harta milik

anak yang bersangkutan.

(5) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penunjukan wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 34

Wali yang ditunjuk berdasarkan penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dapat

mewakili anak untuk melakukan perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk

kepentingan yang terbaik bagi anak.


Pasal 35

(1) Dalam hal anak belum mendapat penetapan pengadilan mengenai wali, maka harta kekayaan anak

tersebut dapat diurus oleh Balai Harta Peninggalan atau lembaga lain yang mempunyai

kewenangan untuk itu.

(2) Balai Harta Peninggalan atau lembaga lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertindak

sebagai wali pengawas untuk mewakili kepentingan anak.

(3) Pengurusan harta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus mendapat penetapan


Pasal 36

(1) Dalam hal wali yang ditunjuk ternyata di kemudian hari tidak cakap melakukan perbuatan hukum

atau menyalahgunakan kekuasaannya sebagai wali, maka status perwaliannya dicabut dan ditunjuk

orang lain sebagai wali melalui penetapan pengadilan.

(2) Dalam hal wali meninggal dunia, ditunjuk orang lain sebagai wali melalui penetapan pengadilan.


BAB VIII

PENGASUHAN DAN PENGANGKATAN ANAK

Bagian Kesatu

Pengasuhan Anak

Pasal 37

(1) Pengasuhan anak ditujukan kepada anak yang orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh

kembang anaknya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.

(2) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh lembaga yang

mempunyai kewenangan untuk itu.

(3) Dalam hal lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlandaskan agama, anak yang diasuh

harus yang seagama dengan agama yang menjadi landasan lembaga yang bersangkutan.

(4) Dalam hal pengasuhan anak dilakukan oleh lembaga yang tidak berlandaskan agama, maka

pelaksanaan pengasuhan anak harus memperhatikan agama yang dianut anak yang bersangkutan.

(5) Pengasuhan anak oleh lembaga dapat dilakukan di dalam atau di luar Panti Sosial.

(6) Perseorangan yang ingin berpartisipasi dapat melalui lembaga-lembaga sebagaimana dimaksud

dalam ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).


Pasal 38

(1) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, dilaksanakan tanpa membedakan suku,

agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan

kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.

(2) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui kegiatan

bimbingan, pemeliharaan, perawatan, dan pendidikan secara berkesinambungan, serta dengan

memberikan bantuan biaya dan/atau fasilitas lain, untuk menjamin tumbuh kembang anak secara

optimal, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial, tanpa mempengaruhi agama yang dianut anak.


Bagian Kedua

Pengangkatan Anak

Pasal 39

(1) Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan

dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

(2) Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah

antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.

(3) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.

(4) Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

(5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas

penduduk setempat.


Pasal 40

(1) Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang

tua kandungnya.

(2) Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.


Pasal 41

(1) Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

pengangkatan anak.

(2) Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur

dengan Peraturan Pemerintah.


BAB IX

PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Bagian Kesatu

Agama

Pasal 42

(1) Setiap anak mendapat perlindungan untuk beribadah menurut agamanya.

(2) Sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang

tuanya.


Pasal 43

(1) Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua, wali, dan lembaga sosial menjamin

perlindungan anak dalam memeluk agamanya.

(2) Perlindungan anak dalam memeluk agamanya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi

pembinaan, pembimbingan, dan pengamalan ajaran agama bagi anak.


Bagian Kedua

Kesehatan


Pasal 44

(1) Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyeleng-garakan upaya kesehatan yang

komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam

kandungan.

(2) Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh peran serta masyarakat.

(3) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar

maupun rujukan.

(4) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

diselenggarakan secara cuma-cuma bagi keluarga yang tidak mampu.

(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)

disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 45

(1) Orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak

dalam kandungan.

(2) Dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak mampu melaksanakan tanggung jawab

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pemerintah wajib memenuhinya.

(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pelaksanaannya dilakukan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 46

Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari

penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan.


Pasal 47

(1) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak dari upaya transplantasi organ

tubuhnya untuk pihak lain.

(2) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak dari perbuatan :

a. pengambilan organ tubuh anak dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan

anak;

b. jual beli organ dan/atau jaringan tubuh anak; dan

c. penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizin orang tua

dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak.


Bagian Ketiga

Pendidikan


Pasal 48

Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak.


Pasal 49

Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya

kepada anak untuk memperoleh pendidikan.


Pasal 50

Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diarahkan pada :

a. pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik

sampai mencapai potensi mereka yang optimal;

b. pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan asasi;

c. pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya

sendiri, nilai-nilai nasional di mana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan

peradaban-peradaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri;

d. persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab; dan

e. pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup.


Pasal 51

Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas

untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.


Pasal 52

Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh

pendidikan khusus.


Pasal 53

(1) Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma

atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang

bertempat tinggal di daerah terpencil.

(2) Pertanggungjawaban pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong

masyarakat untuk berperan aktif.


Pasal 54

Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan

oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga

pendidikan lainnya.


Bagian Keempat

Sosial

Pasal 55

(1) Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam

lembaga maupun di luar lembaga.

(2) Penyelenggaraan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh

lembaga masyarakat.

(3) Untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, lembaga pemerintah dan

lembaga masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat mengadakan kerja sama dengan

berbagai pihak yang terkait.

(4) Dalam hal penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),

pengawasannya dilakukan oleh Menteri Sosial.


Pasal 56

(1) Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan

membantu anak, agar anak dapat :

a. berpartisipasi;

b. bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya;

c. bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan

anak;

d. bebas berserikat dan berkumpul;

e. bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi, dan berkarya seni budaya; dan

f. memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan.

(2) Upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikembangkan dan disesuaikan dengan usia, tingkat

kemampuan anak, dan lingkungannya agar tidak menghambat dan mengganggu perkembangan

anak.


Pasal 57

Dalam hal anak terlantar karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya, maka lembaga

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, keluarga, atau pejabat yang berwenang dapat mengajukan

permohonan ke pengadilan untuk menetapkan anak sebagai anak terlantar.


Pasal 58

(1) Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 sekaligus menetapkan tempat

penampungan, pemeliharaan, dan perawatan anak terlantar yang bersangkutan.

(2) Pemerintah atau lembaga yang diberi wewenang wajib menyediakan tempat sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar