Mencari Keadilan

sumber: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKD1shSjW4MUgXs_DWhLHIdLwpVtklu1uEoD-5AZZTyDbC9dwpuqDhuw4QCjCBJjR6zqGOn5w0eNPvJBYg2rvzkextGi3ZVQOj4oTcGtXSEBJwj5wmGBrXDBvAGm4OSywMpORu_CUcP0F7/s1600/Hukum+dan+Keadilan.gif
Jika Anda adalah pengendar sepeda motor, maka Anda harus berhati-hati. Jika Anda adalah pengendara mobil, maka Anda harus lebih berhati-hati. Jika Anda pengendara kendaraan yang lebih besar lagi, maka Anda harus ekstra hati-hati lagi…. Mengapa?
Pasal 310 ayat (2), (3), dan (4) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bisa menjadi pasal karet yang membahayakan Anda. Tidak percaya? silahkan analisa kasus di bawah ini...!
Kasus 1
Anda mengendari motor dengan kecepatan 10-20 km/jam di sebuah jalan kecil. Tiba-tiba seorang anak balita keluar dari sebuah rumah dan berlari tepat di hadapan Anda. Karena kejadian itu begitu cepat dan tiba-tiba, Anda tidak sempat mengerem laju kendaraan dan anak itu tertabrak.
Saat itu, jika Anda melarikan diri, sudah pasti Anda jadi bulan-bulanan warga di sekitar situ. Jika Anda tidak melarikan diri, Anda mungkin masih kena pukul-pukul sedikit karena ketidak mampuan masyarakat kita untuk menguasai emosi. Mana yang Anda pilih?
Menurut pasal 310 ayat 2, Anda akan dikenai denda 2 juta rupiah atau kurungan maksimal 1 tahun. Wow! Sebagian besar orang memilih untuk berdamai dengan cara memberikan pengobatan atau cara lain.
Pertanyaannya adalah siapakah yang bersalah dalam kasus ini? Warga biasanya langsung menuduh Anda tidak berhati-hati saat berkendara. Susah juga sih, menyalahkan anak balita yang belum tahu bahaya di jalan… Tetapi UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan jelas mengatakan bahwa Anda bersalah!
Kasus 2
Seperti kasus 1, tetapi Anda berhasil mengerem kendaraan sehingga anak balita itu selamat. Permasalahannya adalah motor Anda tertabrak oleh mobil yang tidak sempat mengerem.
Berdasarkan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 310 ayat 2, mobil yang menabrak Anda dinyatakan bersalah. Mungkin saja, pengendara mobil itu akan mengatakan bahwa Anda mengerem terlalu mendadak sehingga ia tidak sempat mengerem walaupun melaju dengan kecepatan yang hampir sama dengan Anda. Anda tentu akan membela diri dengan mengatakan bahwa ada anak balita yang tiba-tiba ‘nyelonong’. Jadi, apakah Anda berdua bisa menyalahkan anak balita itu? Jika itu yang Anda lakukan, maka Anda akan berhadapan dengan orang tuanya yang tidak bisa menerima tuduhan itu.
Oleh karena Anda pengendara motor, maka warga biasanya akan langsung menyalahkan pengemudi mobil. Kelanjutan dari kasus ini bisa diteruskan sendiri.
Kasus 3
Anda mengendari mobil di sebuah jalan besar yang sangat ramai. Tiba-tiba ada orang yang menyeberangi jalan itu bukan di zebra cross dan Anda tidak sempat mengerem mobil. Akibatnya, orang itu tertabrak dan terluka parah. Mau lari? Habislah Anda! Mau keluar? Habislah Anda!
Anda akan dituduh tidak mengendarai mobil dengan baik sehingga menabrak orang. Ups! Sebuah label yang langsung disarangkan kepada Anda.
Bukankah Anda bisa menuntut orang yang menyeberang sembarangan itu? Bisa, tetapi kondisi di Indonesia tidak memungkinkan. Anda akan ditertawakan orang karena hal itu. Ya… secara fakta, orang ini bersalah dan ia harus menanggung akibatnya sendiri, tetapi Anda yang harus menanggung akibatnya.
Hal yang sama juga bisa terjadi saat ada motor yang tiba-tiba memotong jalan Anda yang sedang mengendarai mobil. Ia tertabrak dan luka parah. Siapa yang akan disalahkan? Anda yang akan dijadikan sasaran empuk untuk ‘diperas’.
Kasus-kasus semacam itu bisa ditambah sendiri, tetapi intinya adalah UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Indonesia langsung menyalahkan kendaraan yang lebih besar tanpa mau tahu duduk perkaranya. Selain itu, UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Indonesia langsung menyalahkan pemilik kendaraan yang lebih mahal tanpa tahu duduk perkaranya.
Kesimpulannya, sebenarnya pernyataan bahwa semua orang sama di hadapan hukum dan UU perlu direvisi.
Bagaimana pengalaman dan pendapat Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar