Jika
Anda adalah pengendar sepeda motor, maka Anda harus berhati-hati. Jika
Anda adalah pengendara mobil, maka Anda harus lebih berhati-hati. Jika
Anda pengendara kendaraan yang lebih besar lagi, maka Anda harus ekstra
hati-hati lagi…. Mengapa?
Pasal 310 ayat (2), (3), dan (4) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bisa menjadi pasal karet yang membahayakan Anda. Tidak percaya? silahkan analisa kasus di bawah ini...!
Kasus 1
Anda
mengendari motor dengan kecepatan 10-20 km/jam di sebuah jalan kecil.
Tiba-tiba seorang anak balita keluar dari sebuah rumah dan berlari tepat di hadapan Anda. Karena kejadian itu begitu cepat dan tiba-tiba, Anda tidak
sempat mengerem laju kendaraan dan anak itu tertabrak.
Saat
itu, jika Anda melarikan diri, sudah pasti Anda jadi bulan-bulanan
warga di sekitar situ. Jika Anda tidak melarikan diri, Anda mungkin
masih kena pukul-pukul sedikit karena ketidak mampuan masyarakat kita
untuk menguasai emosi. Mana yang Anda pilih?
Menurut
pasal 310 ayat 2, Anda akan dikenai denda 2 juta rupiah atau kurungan
maksimal 1 tahun. Wow! Sebagian besar orang memilih untuk berdamai
dengan cara memberikan pengobatan atau cara lain.
Pertanyaannya
adalah siapakah yang bersalah dalam kasus ini? Warga biasanya langsung
menuduh Anda tidak berhati-hati saat berkendara. Susah juga sih,
menyalahkan anak balita yang belum tahu bahaya di jalan… Tetapi UU Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan jelas mengatakan bahwa Anda bersalah!
Kasus 2
Seperti
kasus 1, tetapi Anda berhasil mengerem kendaraan sehingga anak balita
itu selamat. Permasalahannya adalah motor Anda tertabrak oleh mobil yang
tidak sempat mengerem.
Berdasarkan
UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 310 ayat 2, mobil yang
menabrak Anda dinyatakan bersalah. Mungkin saja, pengendara mobil itu
akan mengatakan bahwa Anda mengerem terlalu mendadak sehingga ia tidak
sempat mengerem walaupun melaju dengan kecepatan yang hampir sama dengan
Anda. Anda tentu akan membela diri dengan mengatakan bahwa ada anak
balita yang tiba-tiba ‘nyelonong’. Jadi, apakah Anda berdua bisa
menyalahkan anak balita itu? Jika itu yang Anda lakukan, maka Anda akan
berhadapan dengan orang tuanya yang tidak bisa menerima tuduhan itu.
Oleh
karena Anda pengendara motor, maka warga biasanya akan langsung
menyalahkan pengemudi mobil. Kelanjutan dari kasus ini bisa diteruskan
sendiri.
Kasus 3
Anda
mengendari mobil di sebuah jalan besar yang sangat ramai. Tiba-tiba ada
orang yang menyeberangi jalan itu bukan di zebra cross dan Anda tidak
sempat mengerem mobil. Akibatnya, orang itu tertabrak dan terluka parah.
Mau lari? Habislah Anda! Mau keluar? Habislah Anda!
Anda
akan dituduh tidak mengendarai mobil dengan baik sehingga menabrak
orang. Ups! Sebuah label yang langsung disarangkan kepada Anda.
Bukankah
Anda bisa menuntut orang yang menyeberang sembarangan itu? Bisa, tetapi
kondisi di Indonesia tidak memungkinkan. Anda akan ditertawakan orang
karena hal itu. Ya… secara fakta, orang ini bersalah dan ia harus
menanggung akibatnya sendiri, tetapi Anda yang harus menanggung
akibatnya.
Hal
yang sama juga bisa terjadi saat ada motor yang tiba-tiba memotong
jalan Anda yang sedang mengendarai mobil. Ia tertabrak dan luka parah.
Siapa yang akan disalahkan? Anda yang akan dijadikan sasaran empuk untuk
‘diperas’.
Kasus-kasus
semacam itu bisa ditambah sendiri, tetapi intinya adalah UU Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan di Indonesia langsung menyalahkan kendaraan yang
lebih besar tanpa mau tahu duduk perkaranya. Selain itu, UU Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan di Indonesia langsung menyalahkan pemilik kendaraan
yang lebih mahal tanpa tahu duduk perkaranya.
Kesimpulannya, sebenarnya pernyataan bahwa semua orang sama di hadapan hukum dan UU perlu direvisi.
Bagaimana pengalaman dan pendapat Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar