Maria Hartiningsih: Memperjuangkan HAM Jalan Hidup Saya

Maria Hartiningsih: Memperjuangkan HAM Jalan Hidup Saya
Margaretha Hartiningsih penerima Yap Thiam Hien 2003
Wartawati Surat Kabar Harian Kompas Maria Margaretha Hartiningsih menerima penghargaan Yap Thiam Hien 2003 di Gedung Arsip Nasional, Jakarta Pusat, Rabu kemarin malam. Dia dinilai layak karena konsisten memperjuangkan hak-hak asasi manusia dan memberikan perhatian terhadap kepentingan kaum pinggiran. 

Uniknya, tulisan soal HAM buah karya jurnalis senior ini tak pernah muncul di halaman depan. "Karena masalah humanisme itu sangat sehari-hari, sehingga tidak dilihat sebagai sesuatu yang penting," jelas Maria, saat berdialog dengan reporter SCTV Nunung Setiyani di Studio SCTV Jakarta, Kamis (11/12) siang.

Seperti dalam sambutannya saat menerima penghargaan, Maria mengaku tidak pernah membayangkan meraih Yap Thiam Hien Award. Dia mengatakan, memperjuangkan HAM dan nasib rakyat kecil sudah menjadi panggilan hidupnya. "Ini adalah jalan hidup saya," kata Maria.

Menurut dia, beruntung masyarakat kini sudah mulai memahami hak-hak mereka. Salah satu buktinya, tuntutan kuota 30 persen untuk perempuan di lembaga legislatif sudah banyak didengungkan. Namun, persoalan kaum yang tersisihkan akan terus terjadi. 

Karena itu, Maria bertekad untuk terus memperjuangkan hak-hak masyarakat bawah. "Saya hanya akan terus berjalan," tutur Maria kalem. Meski tulisannya tak pernah menghiasi halaman sampul, perempuan berambut pendek ini mengatakan, media tempatnya bekerja memberi keleluasaan untuk mengangkat isu-isu HAM. 

Jakob Oetama, pemimpin umum dan salah satu pendiri Kompas juga selalu mendorong Maria untuk terus berjuang menyuarakan hak-hak kaum marginal. "Meski jarang ketemu. Pak Jakob selalu mendorong saya," ucap Maria.

Maria dinyatakan sebagai peraih Yap Thiam Hien Award 2003 pada 1 Desember silam [baca: Maria Hartiningsih Meraih Penghargaan Yap Thiam Hien]. Dia mengalahkan tiga calon lain, yakni Otto Syamsuddin Ishak, Saur Marlina Manurung, dan Wiryono. Otto adalah sosiolog Universitas Syah Kuala, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, yang juga pejuang HAM. 

Sedangkan Saur atau lebih dikenal dengan Butet Manurung adalah praktisi pendidikan anak pedalaman masyarakat Jambi asli. Sementara Wiryono adalah penggagas perundingan RI-Gerakan Aceh Merdeka.(ZAQ)

Editor : Putri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar