HUKUMAN MATI BUKANLAH PILIHAN YANG TEPAT

Pelaku utamanya Bandar Nakoba, memang pelaku kejahatan yang luar-biasa yang tidak bisa ditolerir, karena selain merusak dirinya sendiri juga tidak sedikit menelan korban orang lain.
Namun, hukuman mati sepertinya hanya bisa menghabisi pelaku yang kebetulan tertangkap tapi tidak mecegah calon pelaku lainnya untuk berbuat kejahatan yang sama.

Demikian pula para Koruptor, banyak pihak yang minta dihukum mati, sebenarnya menghukum seseorang dengan hukuman seberat apapun hanya bisa membuat jera atau menghabisi pelaku yang sudah tertangkap tetapi tidak menghentikan kejahatan untuk para pelaku atau calon pelaku lain selama system atau peluang kejahatan yang sama masih terbuka.

Bisa dibayangkan betapa beraninya pelaku kejahatan tersebut, selagi maraknya pemberitaan eksekusi mati terhadap pelaku narkoba, tetapi dalam tenggang waktu bareng tetap juga ramai pelaku kejahatan serupa yang terjaring oleh pihak Kepolisian, padahal maksud penerapan hukuman mati tersebut agar bisa memberi "efek jera dan yang berniat melakukan hal yang sama bisa berpikir 1000 kali"

Solusi sederhana, agar tidak menuai protes dan tidak terjadi pro-kontra, sebaiknya cukup dikenai hukuman maksimal atau seumur hidup dan barang yang menjadi lahan bisnis haram tersebut dilenyapkan di muka bumi, kecuali untuk keperluan medis, pemerintahlah yang harus menanam, memelihara dan panen sendiri tentu dengan pengawasan yang ketat.

Beragam opini dan pandangan lain bermunculan setelah eksekusi mati ini dilakukan, Koordinator Yayasan lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) misalnya, malah menuding Pemerintah Indonesia telah mengabaikan hak asasi manusia karena menetapkan hukum mati.

Menurut Julius Kordinator YLBHI tersebut, pelaksanaan hukuman mati telah melanggar Undang-Undang Dasar Pasal 28 Ayat 1 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi: “Semua orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”

"Dipasal 28 ada hak untuk hidup yang menyatakan bahwa tidak seorang pun berhak untuk ditarik hak untuk hidupnya atau ditunda, yang artinya hak hukuman mati tidak sesuai," ucap Julius di kawasan Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (18/1/2015).

Dia juga sempat membandingkan dengan Cina yang memberlakukan hukuman mati namun dinilai gagal membuat efek jera. "Padahal faktanya Cina aja yang menerapakan hukuman mati dan langsung dieksekusi tanpa jeda tidak turun tidak pidananya dan efek jelarnya tidak terlihat," tambah dia.

Respon YLBHI ini dissampaikan menyusul eksekusi mati terhadap enam terpidana narkoba. Lima orang dieksekusi di Nusakambangan, sedangkan satu lainnya di Boyolali, Jawa Tengah.

Enam terpidana mati yang dieksekusi pada 18 Desember itu adalah Namaona Denis (48) warga Negara Malawi, Marco Archer Cardoso Mareira (53) warga Negara Brazil, Daniel Enemua (38), warga Negara Nigeria, Ang Kim Soei 62), Tran Thi Bich Hanh (37), warga Negara Vietnam, dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia, warga Negara Indonesia.

Efek buruk yang lain dari penerapan pidana mati di Indonesia, akan menambah berat usaha diplomasi bagi pembebasan WNI yang kebetulan juga terpidana di Negara lain, karena mereka punya alasan yang mendasar bahwa Indonesia juga mengeksekusi mati WNA dan warganya sendiri.

SYAMSUL BAHRI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar