BAB IV
KEWAJIBAN DAN
TANGGUNG JAWAB
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 20
Negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab
terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak.
Bagian Kedua
Kewajiban dan
Tanggung Jawab
Negara dan
Pemerintah
Pasal 21
Negara dan pemerintah
berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi
setiap anak tanpa membedakan
suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa,
status hukum anak, urutan
kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.
Pasal 22
Negara dan pemerintah
berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan
prasarana dalam penyelenggaraan
perlindungan anak.
Pasal 23
(1) Negara dan pemerintah
menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan
memperhatikan hak dan kewajiban
orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum
bertanggung jawab terhadap anak.
(2) Negara dan pemerintah
mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.
Pasal 24
Negara dan pemerintah menjamin
anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat
sesuai dengan usia dan tingkat
kecerdasan anak.
Bagian Ketiga
Kewajiban dan
Tanggung Jawab Masyarakat
Pasal 25
Kewajiban dan tanggung jawab
masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan
peran masyarakat dalam
penyelenggaraan perlindungan anak.
Bagian Keempat
Kewajiban dan
Tanggung Jawab
Keluarga dan
Orang Tua
Pasal 26
(1) Orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk :
a. mengasuh, memelihara,
mendidik, dan melindungi anak;
b. menumbuhkembangkan anak sesuai
dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan
c. mencegah terjadinya perkawinan
pada usia anak-anak.
(2) Dalam hal orang tua tidak
ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak
dapat melaksanakan kewajiban dan
tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB V
KEDUDUKAN ANAK
Bagian
Kesatu : Identitas Anak
Pasal 27
(1) Identitas diri setiap anak
harus diberikan sejak kelahirannya.
(2) Identitas sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran.
(3) Pembuatan akta kelahiran
didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan dan/atau
membantu proses kelahiran.
(4) Dalam hal anak yang proses
kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui
keberadaannya, pembuatan akta
kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang
yang menemukannya.
Pasal 28
(1) Pembuatan akta kelahiran
menjadi tanggung jawab pemerintah yang dalam pelaksanaannya
diselenggarakan
serendah-rendahnya pada tingkat kelurahan/desa.
(2) Pembuatan akta kelahiran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan paling lambat 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal diajukannya permohonan.
(3) Pembuatan akta kelahiran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dikenai biaya.
(4) Ketentuan mengenai tata cara
dan syarat-syarat pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Anak yang
Dilahirkan dari
Perkawinan
Campuran
Pasal 29
(1) Jika terjadi perkawinan
campuran antara warga negara Republik Indonesia dan warga negara
asing, anak yang dilahirkan dari
perkawinan tersebut berhak memperoleh kewarganegaraan dari
ayah atau ibunya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal terjadi perceraian
dari perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anak berhak
untuk memilih atau berdasarkan
putusan pengadilan, berada dalam pengasuhan salah satu dari
kedua orang tuanya.
(3) Dalam hal terjadi perceraian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), sedangkan anak belum
mampu menentukan pilihan dan
ibunya berkewarganegaraan Republik Indonesia, demi
kepentingan terbaik anak atau
atas permohonan ibunya, pemerintah berkewajiban mengurus status
kewarganegaraan Republik
Indonesia bagi anak tersebut.
BAB VI
KUASA ASUH
Pasal 30
(1) Dalam hal orang tua
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, melalaikan kewajibannya,
terhadapnya dapat dilakukan
tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat dicabut.
(2) Tindakan pengawasan terhadap
orang tua atau pencabutan kuasa asuh sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan melalui
penetapan pengadilan.
Pasal 31
(1) Salah satu orang tua, saudara
kandung, atau keluarga sampai derajat ketiga, dapat mengajukan
permohonan ke pengadilan untuk
mendapatkan penetapan pengadilan tentang pencabutan kuasa
asuh orang tua atau melakukan
tindakan pengawasan apabila terdapat alasan yang kuat untuk itu.
(2) Apabila salah satu orang tua,
saudara kandung, atau keluarga sampai dengan derajat ketiga, tidak
dapat melaksanakan fungsinya,
maka pencabutan kuasa asuh orang tua sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat juga
diajukan oleh pejabat yang berwenang atau lembaga lain yang
mempunyai kewenangan untuk itu.
(3) Penetapan
pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menunjuk orang
perseorangan atau lembaga
pemerintah/masyarakat untuk menjadi wali bagi yang
bersangkutan.
(4) Perseorangan yang melaksanakan
pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus
seagama dengan agama yang dianut
anak yang akan diasuhnya.
Pasal 32
Penetapan pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) sekurang-kurangnya memuat
ketentuan :
a. tidak memutuskan hubungan
darah antara anak dan orang tua kandungnya;
b. tidak menghilangkan kewajiban
orang tuanya untuk membiayai hidup anaknya; dan
c. batas waktu pencabutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar