BAB VII
PERWALIAN
PERWALIAN
Pasal 33
(1) Dalam hal orang tua anak
tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat
tinggal atau keberadaannya, maka
seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat
ditunjuk sebagai wali dari anak
yang bersangkutan.
(2) Untuk menjadi wali anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan
pengadilan.
(3) Wali yang ditunjuk
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) agamanya harus sama dengan agama
yang dianut anak.
(4) Untuk kepentingan anak, wali
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib mengelola harta milik
anak yang bersangkutan.
(5) Ketentuan mengenai syarat dan
tata cara penunjukan wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 34
Wali yang ditunjuk berdasarkan
penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dapat
mewakili anak untuk melakukan
perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk
kepentingan yang terbaik bagi
anak.
Pasal 35
(1) Dalam hal anak belum mendapat
penetapan pengadilan mengenai wali, maka harta kekayaan anak
tersebut dapat diurus oleh Balai
Harta Peninggalan atau lembaga lain yang mempunyai
kewenangan untuk itu.
(2) Balai Harta Peninggalan atau
lembaga lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertindak
sebagai wali pengawas untuk
mewakili kepentingan anak.
(3) Pengurusan harta sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) harus mendapat penetapan
Pasal 36
(1) Dalam hal wali yang ditunjuk
ternyata di kemudian hari tidak cakap melakukan perbuatan hukum
atau menyalahgunakan kekuasaannya
sebagai wali, maka status perwaliannya dicabut dan ditunjuk
orang lain sebagai wali melalui
penetapan pengadilan.
(2) Dalam hal wali meninggal
dunia, ditunjuk orang lain sebagai wali melalui penetapan pengadilan.
BAB VIII
PENGASUHAN DAN
PENGANGKATAN ANAK
Bagian Kesatu
Pengasuhan Anak
Pasal 37
(1) Pengasuhan anak ditujukan
kepada anak yang orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh
kembang anaknya secara wajar,
baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
(2) Pengasuhan anak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh lembaga yang
mempunyai kewenangan untuk itu.
(3) Dalam hal lembaga sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) berlandaskan agama, anak yang diasuh
harus yang seagama dengan agama
yang menjadi landasan lembaga yang bersangkutan.
(4) Dalam hal pengasuhan anak
dilakukan oleh lembaga yang tidak berlandaskan agama, maka
pelaksanaan pengasuhan anak harus
memperhatikan agama yang dianut anak yang bersangkutan.
(5) Pengasuhan anak oleh lembaga
dapat dilakukan di dalam atau di luar Panti Sosial.
(6) Perseorangan yang ingin
berpartisipasi dapat melalui lembaga-lembaga sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3), ayat (4), dan
ayat (5).
Pasal 38
(1) Pengasuhan anak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37, dilaksanakan tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, jenis
kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan
kelahiran anak, dan kondisi fisik
dan/atau mental.
(2) Pengasuhan anak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui kegiatan
bimbingan, pemeliharaan,
perawatan, dan pendidikan secara berkesinambungan, serta dengan
memberikan bantuan biaya dan/atau
fasilitas lain, untuk menjamin tumbuh kembang anak secara
optimal, baik fisik, mental,
spiritual maupun sosial, tanpa mempengaruhi agama yang dianut anak.
Bagian Kedua
Pengangkatan
Anak
Pasal 39
(1) Pengangkatan anak hanya dapat
dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan
dilakukan berdasarkan adat
kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Pengangkatan anak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah
antara anak yang diangkat dan
orang tua kandungnya.
(3) Calon orang tua angkat harus
seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.
(4) Pengangkatan anak oleh warga
negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
(5) Dalam hal asal usul anak
tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas
penduduk setempat.
Pasal 40
(1) Orang tua angkat wajib
memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang
tua kandungnya.
(2) Pemberitahuan asal usul dan
orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan memperhatikan
kesiapan anak yang bersangkutan.
Pasal 41
(1) Pemerintah dan masyarakat
melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
pengangkatan anak.
(2) Ketentuan mengenai bimbingan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PENYELENGGARAAN
PERLINDUNGAN
Bagian Kesatu
Agama
Pasal 42
(1) Setiap anak mendapat
perlindungan untuk beribadah menurut agamanya.
(2) Sebelum anak dapat menentukan
pilihannya, agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang
tuanya.
Pasal 43
(1) Negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga, orang tua, wali, dan lembaga sosial menjamin
perlindungan anak dalam memeluk
agamanya.
(2) Perlindungan anak dalam
memeluk agamanya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
pembinaan, pembimbingan, dan
pengamalan ajaran agama bagi anak.
Bagian Kedua
Kesehatan
Pasal 44
(1) Pemerintah wajib menyediakan
fasilitas dan menyeleng-garakan upaya kesehatan yang
komprehensif bagi anak, agar
setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam
kandungan.
(2) Penyediaan fasilitas dan
penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) didukung
oleh peran serta masyarakat.
(3) Upaya kesehatan
yang komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar
maupun rujukan.
(4) Upaya kesehatan
yang komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diselenggarakan secara cuma-cuma
bagi keluarga yang tidak mampu.
(5) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
disesuaikan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 45
(1) Orang tua dan keluarga
bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak
dalam kandungan.
(2) Dalam hal orang
tua dan keluarga yang tidak mampu melaksanakan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), maka pemerintah wajib memenuhinya.
(3) Kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pelaksanaannya dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 46
Negara, pemerintah, keluarga, dan
orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari
penyakit yang mengancam
kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan.
Pasal 47
(1) Negara, pemerintah, keluarga,
dan orang tua wajib melindungi anak dari upaya transplantasi organ
tubuhnya untuk pihak lain.
(2) Negara, pemerintah, keluarga,
dan orang tua wajib melindungi anak dari perbuatan :
a. pengambilan organ tubuh anak
dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan
anak;
b. jual beli organ dan/atau
jaringan tubuh anak; dan
c. penelitian kesehatan yang
menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizin orang tua
dan tidak mengutamakan
kepentingan yang terbaik bagi anak.
Bagian Ketiga
Pendidikan
Pasal 48
Pemerintah wajib menyelenggarakan
pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak.
Pasal 49
Negara, pemerintah, keluarga, dan
orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada anak untuk memperoleh
pendidikan.
Pasal 50
Pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 diarahkan pada :
a. pengembangan sikap dan
kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik
sampai mencapai potensi mereka
yang optimal;
b. pengembangan penghormatan atas
hak asasi manusia dan kebebasan asasi;
c. pengembangan rasa hormat
terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya
sendiri, nilai-nilai nasional di
mana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan
peradaban-peradaban yang
berbeda-beda dari peradaban sendiri;
d. persiapan anak untuk kehidupan
yang bertanggung jawab; dan
e. pengembangan rasa hormat dan
cinta terhadap lingkungan hidup.
Pasal 51
Anak yang menyandang cacat fisik
dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas
untuk memperoleh pendidikan biasa
dan pendidikan luar biasa.
Pasal 52
Anak yang memiliki keunggulan
diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh
pendidikan khusus.
Pasal 53
(1) Pemerintah bertanggung jawab
untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma
atau pelayanan khusus bagi anak
dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang
bertempat tinggal di daerah
terpencil.
(2) Pertanggungjawaban pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong
masyarakat untuk berperan aktif.
Pasal 54
Anak di dalam dan di lingkungan
sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan
oleh guru, pengelola sekolah atau
teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga
pendidikan lainnya.
Bagian Keempat
Sosial
Pasal 55
(1) Pemerintah wajib
menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam
lembaga maupun di luar lembaga.
(2) Penyelenggaraan pemeliharaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh
lembaga masyarakat.
(3) Untuk menyelenggarakan
pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, lembaga pemerintah dan
lembaga masyarakat, sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), dapat mengadakan kerja sama dengan
berbagai pihak yang terkait.
(4) Dalam hal penyelenggaraan pemeliharaan
dan perawatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
pengawasannya dilakukan oleh
Menteri Sosial.
Pasal 56
(1) Pemerintah dalam
menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan
membantu anak, agar anak dapat :
a. berpartisipasi;
b. bebas menyatakan pendapat dan
berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya;
c. bebas menerima informasi lisan
atau tertulis sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan
anak;
d. bebas berserikat dan
berkumpul;
e. bebas beristirahat, bermain,
berekreasi, berkreasi, dan berkarya seni budaya; dan
f. memperoleh sarana bermain yang
memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan.
(2) Upaya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dikembangkan dan disesuaikan dengan usia, tingkat
kemampuan anak, dan lingkungannya
agar tidak menghambat dan mengganggu perkembangan
anak.
Pasal 57
Dalam hal anak terlantar karena
suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya, maka lembaga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
55, keluarga, atau pejabat yang berwenang dapat mengajukan
permohonan ke pengadilan untuk
menetapkan anak sebagai anak terlantar.
Pasal 58
(1) Penetapan pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 sekaligus menetapkan tempat
penampungan, pemeliharaan, dan
perawatan anak terlantar yang bersangkutan.
(2) Pemerintah atau
lembaga yang diberi wewenang wajib menyediakan tempat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar