Bagian Kelima
Perlindungan
Khusus
Pasal 59
Pemerintah dan lembaga negara
lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan
perlindungan khusus kepada anak
dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak
dari kelompok minoritas dan
terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak
yang diperdagangkan, anak yang
menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya (napza),
anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban
kekerasan baik fisik dan/atau
mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah
dan penelantaran.
Pasal 60
Anak dalam situasi darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 terdiri atas :
a. anak yang menjadi pengungsi;
b. anak korban kerusuhan;
c. anak korban bencana alam; dan
d. anak dalam situasi konflik
bersenjata.
Pasal 61
Perlindungan khusus bagi anak
yang menjadi pengungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf
a dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan hukum humaniter.
Pasal 62
Perlindungan khusus bagi anak
korban kerusuhan, korban bencana, dan anak dalam situasi konflik
bersenjata sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 huruf b, huruf c, dan huruf d, dilaksanakan melalui:
a. pemenuhan kebutuhan dasar yang
terdiri atas pangan, sandang, pemukiman, pendidikan,
kesehatan, belajar dan
berekreasi, jaminan keamanan, dan persamaan perlakuan; dan
b. pemenuhan kebutuhan khusus
bagi anak yang menyandang cacat dan anak yang mengalami
gangguan psikososial.
Pasal 63
Setiap orang dilarang merekrut
atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan
membiarkan anak tanpa
perlindungan jiwa.
Pasal 64
(1) Perlindungan khusus bagi anak
yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 meliputi anak yang
berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan
kewajiban dan tanggung jawab
pemerintah dan masyarakat.
(2) Perlindungan khusus bagi anak
yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. perlakuan atas anak secara
manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak;
b. penyediaan petugas pendamping
khusus anak sejak dini;
c. penyediaan sarana dan
prasarana khusus;
d. penjatuhan sanksi yang tepat
untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;
e. pemantauan dan pencatatan
terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan
dengan hukum;
f. pemberian jaminan untuk
mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; dan
g. perlindungan dari pemberitaan
identitas melalui media massa dan untuk menghindari
labelisasi.
(3) Perlindungan khusus bagi anak
yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. upaya rehabilitasi, baik dalam
lembaga maupun di luar lembaga;
b. upaya perlindungan dari
pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari
labelisasi;
c. pemberian jaminan keselamatan
bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun
sosial; dan
d. pemberian aksesibilitas untuk
mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
Pasal 65
(1) Perlindungan khusus bagi anak
dari kelompok minoritas dan terisolasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 dilakukan melalui
penyediaan prasarana dan sarana untuk dapat menikmati
budayanya sendiri, mengakui dan
melaksanakan ajaran agamanya sendiri, dan menggunakan
bahasanya sendiri.
(2) Setiap orang dilarang
menghalang-halangi anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk
menikmati budayanya sendiri,
mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya, dan menggunakan
bahasanya sendiri tanpa
mengabaikan akses pembangunan masyarakat dan budaya.
Pasal 66
(1) Perlindungan khusus bagi anak
yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 merupakan
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
(2) Perlindungan khusus bagi anak
yang dieksploitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan melalui :
a. penyebarluasan dan/atau
sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan perlindungan anak yang
dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
b. pemantauan, pelaporan, dan
pemberian sanksi; dan
c. pelibatan berbagai instansi
pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya
masyarakat, dan masyarakat dalam
penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi
dan/atau seksual.
(3) Setiap orang dilarang
menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut
serta melakukan eksploitasi
terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 67
Perlindungan khusus bagi anak
yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya (napza)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dan terlibat dalam
produksi dan distribusinya,
dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan
rehabilitasi oleh pemerintah dan
masyarakat.
Setiap orang dilarang dengan
sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan
anak dalam penyalahgunaan,
produksi dan distribusi napza sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 68
Perlindungan khusus bagi anak
korban penculikan, penjualan, dan perdagangan anak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan
melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan,
perawatan, dan rehabilitasi oleh
pemerintah dan masyarakat.
Setiap orang dilarang
menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta
melakukan penculikan, penjualan,
atau perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 69
Perlindungan khusus bagi anak
korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi
kekerasan fisik, psikis, dan
seksual dilakukan melalui upaya :
penyebarluasan dan sosialisasi
ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi anak
korban tindak kekerasan; dan
pemantauan, pelaporan, dan
pemberian sanksi.
Setiap orang dilarang
menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau
turut serta melakukan kekerasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 70
Perlindungan khusus bagi anak
yang menyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
dilakukan melalui upaya :
perlakuan anak secara manusiawi
sesuai dengan martabat dan hak anak;
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
khusus; dan
memperoleh perlakuan yang sama
dengan anak lainnya untuk mencapai integrasi sosial sepenuh
mungkin dan pengembangan
individu.
Setiap orang dilarang
memperlakukan anak dengan mengabaikan pandangan mereka secara
diskriminatif, termasuk
labelisasi dan penyetaraan dalam pendidikan bagi anak-anak yang
menyandang cacat.
Pasal 71
Perlindungan khusus bagi anak
korban perlakuan salah dan penelantaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 dilakukan melalui
pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh
pemerintah dan masyarakat.
Setiap orang dilarang
menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam
situasi perlakuan salah, dan
penelantaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
BAB X
PERAN MASYARAKAT
Pasal 72
(1) Masyarakat berhak memperoleh
kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan
anak.
(2) Peran masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan,
lembaga perlindungan anak,
lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat,
lembaga pendidikan, lembaga
keagamaan, badan usaha, dan media massa.
Pasal 73
Peran masyarakat dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI
KOMISI
PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA
Pasal 74
Dalam rangka meningkatkan
efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, dengan undang-undang
ini dibentuk Komisi Perlindungan
Anak Indonesia yang bersifat independen.
Pasal 75
(1) Keanggotaan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang
wakil ketua, 1 (satu) orang
sekretaris, dan 5 (lima) orang anggota.
(2) Keanggotaan Komisi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, tokoh
agama, tokoh masyarakat,
organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi,
lembaga swadaya masyarakat, dunia
usaha, dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap
perlindungan anak.
(3) Keanggotaan Komisi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden
setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, untuk masa jabatan 3
(tiga) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kelengkapan organisasi, mekanisme kerja, dan pembiayaan
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 76
Komisi Perlindungan Anak
Indonesia bertugas :
melakukan sosialisasi seluruh
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlindungan anak, mengumpulkan
data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat,
melakukan penelaahan, pemantauan,
evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak;
memberikan laporan, saran,
masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka
perlindungan anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar