Pasal 41
(1) Perampasan atas barang-barang yang disita sebelumya, diganti
menjadi pidana kurungan, apabila barang-barang itu tidak diserahkan,
atau harganya menurut taksiran dalam putusan hakim, tidak di bayar.
(2) Pidana kurungan pengganti ini paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan.
(3) Lamanya pidana kurungan pengganti ini dalam putusan hakim
ditentukan sebagai berikut: tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang di
hitung satu hari; jika lebih dari tujuh rupiah lima puluh sen, tiap-tiap
tujuh rupiah lima puluh sen dihitung paling banyak satu hari, demikian
pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen.
(4) Pasal 31 diterapkan bagi pidana kurungan pengganti ini.
(5) Jika barang-barang yang dirampas diserahkan, pidana kurungan pengganti ini juga di hapus.
Pasal 42
Segala biaya untuk pidana penjara dan pidana kurungan dipikul
oleh negara, dan segala pendapatan dari pidana denda dan perampasan
menjadi milik negara.
Pasal 43
Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan
kitab undang- undang ini atau aturan-aturan umum lainnya, maka ia harus
menetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya
terpidana.
Bab III
Hal-Hal yang Menghapuskan, Mengurangi atau Memberatkan Pidana
Pasal 44
(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau
terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada
pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena
penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke
rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
(3) Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
Pasal 45
Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa
karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim
dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada
orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau
memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa
pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu
pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 -
505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua
tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah
satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap;
atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.
Pasal 46
(1) Jika hakim memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan
kepada pemerintah, maka ia dimasukkan dalam rumah pendidikan negara
supaya menerima pendidikan dari pemerintah atau di kemudian hari dengan
cara lain, atau diserahkan kepada seorang tertentu yang bertempat
tinggal di Indonesia atau kepada sesuatu badan hukum, yayasan atau
lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia untuk menyelenggarakan
pendidikannya, atau di kemudian hari, atas tanggungan pemerintah, dengan
cara lain; dalam kedua hal di atas, paling lama sampai orang yang
bersalah itu mencapai umur delapan belas tahun.
(2) Aturan untuk melaksanakan ayat 1 pasal ini ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 47
(1) Jika hakim menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana pokok terhadap tindak pidananya dikurangi sepertiga.
(2) Jika perbuatan itu merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
(3) Pidana tambahan dalam pasal 10 butir b, nomor 1 dan 3, tidak dapat diterapkan.
Pasal 48
Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.
Pasal 49
(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan
terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan
kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada
serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang
melawan hukum.
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan
oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan
itu, tidak dipidana.
Pasal 50
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana.
Pasal 51
(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah
jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya
pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa
perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam
lingkungan pekerjaannya.
Pasal 52
Bilamana seorang pejabat karena melakukan perbuatan pidana
melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya , atau pada waktu
melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana
yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah
sepertiga.
Pasal 52a
Bilamana pada waktu melakukan kejahatan digunakan bendera
kebangsaan Republik Indonesia, pidana untuk kejahatan tersebut ditambah
sepertiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar